Saya dibesarkan di keluarga guru. Bapak saya
guru, kakak-kakak saya dan ipar saya juga guru. Bapak dan ibu saya juga ingin saya
kelak menjadi guru. Semasa kecil saya tidak mempermasalahkan keinginan dan
harapan mereka itu karena saya sendiri belum memahami betul dari masing-masing
profesi atau pekerjaan.
Begitu saya beranjak dewasa saya tidak
tertarik sama sekali untuk menjadi guru. Bagi saya menjadi guru itu tidak enak karena
tiap hari harus berurusan dengan anak-anak yang notabene pasti berbeda-beda
pembawaan dan tingkah lakunya. Apalagi saya bukanlah tipe orang yang penyabar
pastinya akan sangat melelahkan jika harus menjadi guru.
Tamat SMK tawaran beasiswa program studi
pendidikan di salah satu universitas di Jawa Tengah saya tolak. Alasan saya
klise, menjadi guru itu tidak enak dan tidak menyenangkan. Akhirnya saya
putuskan untuk ambil program studi bahasa inggris meskipun cuma diploma tiga.
Selesai kuliah saya mencoba masukin lamaran
pekerjaan ke instansi, kantor manapun yang sedang membuka lowongan pekerjaan.
Saya juga sering ikutan tes. Tapi karena belum rejeki ya saya gagal. Tahun 2002
saya putuskan untuk ke Batam. Saya ikut Disnaker yang waktu itu membuka
lowongan pekerjaan di salah satu PT ternama. Saya bekerja di PT kurang lebih 3
tahunan.
Setelah saya menikah dan punya anak pertama,
saya tidak diijinkan oleh suami bekerja di PT. Saya sangat mengerti alasannya
karena bekerja di PT banyak menyita waktu belum lagi jika saya kebagian shift
malam dan pulang pagi itu sangat menyiksa. Hal ini yang menjadi alasan suami
saya meminta saya berhenti. Disamping anak tidak ada yang menjaga dan badan
saya juga lama-lama capek kalau harus kerja malam dan pulang pagi. Akhirnya
tahun 2004 saya memutuskan untuk resign.
Tahun 2005 saya mendapat tawaran menjadi
tenaga tata usaha di sekolah dasar yang ada di Batam. Tawaran itu saya terima
karena saya orangnya tidak suka menganggur. Saya bingung jika tidak
beraktifitas di rumah. Setahun sebagai tenaga tata usaha, Kepala sekolah
meminta saya untuk menjadi guru disekolah tersebut. Pada saat itu guru bahasa
inggris di sekolah dasar tersebut pindah sekolah jadi jam mata pelajaran bahasa
inggris tidak ada yang mengampu. Kebetulan saya lulusan D.III inggris jadi itu yang
dipertimbangkan oleh kepala sekolah agar saya mau mengampu mata pelajaran
bahasa inggris.
Bingung saya waktu itu antara mau dan tidak.
Kembali lagi ke hati saya, saya tidak suka mengajar, tapi tuntutan ekonomi juga
turut menggoyahkan. Akhirnya karena dorongan dari suami dan juga rekan-rekan di
sekolah saya menerima tawaran tersebut. Ya, saya akhirnya menjadi guru mapel
bahasa inggris di sekolah dasar. Saya jadi guru sekaligus tenaga tata usaha.
Karena pada dasarnya saya tidak ingin jadi guru,
saya juga masih sering ikut tes CPNS mencoba untuk mencari peluang lain.
Berkali-kali ikut tes dan finalnya yaitu tes CPNS tahun 2009. Alhamdulillah
saya diterima. Saya diterima sebagai CPNS untuk formasi penerjemah di Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kepulauan Anambas. Saya sangat bersyukur, setidaknya satu beban
mental saya menjadi seorang guru terlepas. Guru sebenarnya sangat mulia hanya
saja saya yang tidak menjiwai untuk menjadi seorang guru. Saya tidak sabar dan
tidak punya talenta mengajar yang bagus dan kreatif. Itu sebenarnya yang
mendasari saya untuk beralih pofesi.
terharu akan ceritaye...bisa kita ambil dari sisi lain akan hikmah dari semua perjalan hidup kita...semangat dan beryukur atas apa yang kita dapatkan adalah hal yang terindah dalam hidup.....tetaplah berjuang dan semangat demi keluarga...dan tentunya buat anak"
BalasHapusyup, semua orang punya perjalanan hidup masing-masing dan tentunya akan menjadi kisah yang indah yang mengukir perjalanan hidupnya
Hapussetuju banget............
BalasHapus