Wanita Di Ujung Senja

 


 Semburat lembayung senja datang menghiasi langit yang tadinya cerah. Rinai masih saja berkutat dengan semua berkas-berkas laporan pekerjaannya.
“Belum pulang, Rin...?” tanya Ira rekan kerjanya

“Bentar lagi, Ra.. nanggung nih..”
“Okelah, aku pulang duluan, ya..”
“Yup, silahkan ra, hati-hati ya...”
“Yuhuu...makasih..”

Tubuh Ira pun melesat pergi. Rinai melihat samping kanan kirinya sudah tidak ada orang lagi. Aku sendirian lagi nih... gumam Rinai.
Mata Rinai kembali tertuju lagi dengan laporan yang sedang dia ketik. Pekerjaannya akhir-akhir ini benar-benar menyita waktu. Jam pulangnyapun jadi telat, dan begitu sampai di rumah dia masih harus menyelesaikan kerjaan lainnya yang jadi terbengkalai.

Sudah tiga minggu Rinai melewati senja yang selalu mempesona untuk dilihat. Senja yang temaram dengan langitnya yang syahdu yang membuat hati selalu rindu. Rinai hanya berharap bisa menyelesaikan pekerjaanku secepatnya. Agar dia bisa menatap lagi senja yang sudah sering terlewat begitu saja.

Saat Rinai tidak sesibuk ini, Rinai akan pulang tepat waktu. Berhubung perjalanan yang dia tempuh antara kantor dan rumah cukup jauh, maka di tengah perjalanan pulang Rinai akan bertemu senja. Biasanya Rinai akan berhenti di pinggir persawahan di tepi jalan yang dia lewati. Di situ dia akan memarkirkan sepeda motornya, duduk diatas jok dan mengeluarkan kamera kesayangannya.
Jepretan demi jepretan Rinai bidikkan ke arah senja. Matahari yang menguning telur dengan semburat cahayanya berwarna jingga, menghiasi langit yang mulai nampak kemerahan. Gumpalan awan yang lembut turut menjadikan senja terasa indah. Rinai begitu menikmatinya dan dia rela menghabiskan waktunya hingga senja menghilang berganti petang.

Kini Rinai pulang disaat hari telah gelap. Rasa lelah yang amat membuatnya ingin cepat-cepat sampai kerumah dan istirahat. Motornyapun melaju sangat kencang, tidak seperti biasanya saat dia mengendarai motornya dengan pelan agar dia bisa menikmati senja yang menawan.
“Brakk...deeerrrr... prakkk” saat  menyalip mobil di depannya, motor Rinai menabrak mobil dari arah depan yang juga melaju kencang. Rinai hanya ingat tubuhnya terpental dan setelah itu semua menjadi gelap.

Laki-laki dalam mobil kaget. Lalu dengan segera dia pinggirkan mobilnya dan berhenti. Dia turun dan matanya tertuju pada wanita muda yang tergeletak bersimbah darah di pinggiran jalan. Jalanan sepi dan tidak ada lalu lalang kendaraan. Hanya mobil yang tadi yang bertabrakan terhenti dengan paksa dan lecet-lecet.
Laki-laki itu segera menghubungi pos polisi terdekat. Sambil menunggu dia mengambil barang-barang yang berserakan keluar dari tas wanita itu. Tidak lama kemudian meluncur mobil polisi dan ambulan berlomba untuk sampai di tempat kejadian.

Polisi mengamankan semua barang dan menginterogasi pengemudi mobil. Sementara petugas ambulan dengan cekatan membawa tubuh wanita itu yang penuh dengan darah. Polisi juga menanyakan kepada laki-laki tadi peristiwa kejadiannya. Laki-laki itu menjadi saksi atas kejadian ini.
Ketika mau masuk ke dalam mobil, kaki laki-laki itu terantuk pada sebuah benda. Dia lalu melihat kebawah dan tampak seperti sebuah kamera tergeletak di antara rerumputan. Badannya membungkuk tangannya meraih kamera itu. Bergegas laki-laki itu membuka pintu mobilnya dan duduk di belakang kemudi. Dia menekan tombol power pada kamera itu dan melihat foto-foto di dalamnya. Semua foto itu adalah foto langit ketika senja. Foto yang menceritakan keindahan senja dengan nuansa yang berbeda.

Setelah selesai dinterogasi tentang kejadian yang baru saja terjadi, laki-laki itupun menuju rumah sakit untuk melihat keadaan wanita itu. Sampai di depan UGD laki-laki itu meminta ijin untuk diperbolehkan masuk.
Tubuh wanita itu terbaring lemah, cairan infus mengalir tanpa putus ke tubuh yang tidak berdaya itu. Laki-laki itu memandang dengan tatapan yang sedih. Hatinya seakan terluka dan tidak terima dengan peristiwa itu.

Dia duduk di pinggir tempat tidur. Ingatannya membuka kembali akan senja yang selalu dilihatnya saat pulang kerja. Di perjalanan pulangnya matanya selalu tertuju pada sosok wanita yang berhenti di tepi jalan pinggiran persawahan. Wanita yang tengah asyik mengabadikan senja dengan kameranya. Setiap sore tiap laki-laki itu pulang, wanita itu selalu ada di tempat itu sendiri dan asyik memandang senja.
Kini wanita yang biasa laki-laki itu lihat terbaring lemah di depannya. Wajah pucatnya tidak membuat kecantikan wanita itu hilang. Wajahnya sangat cantik seperti senja yang selalu indah dipandang.

Dalam lamunannya, laki-laki itu dikejutkan oleh suara suster yang baru masuk.
“Maaf mas, jam berkunjung sudah selesai, orang tua pasien sudah tiba dan mereka akan memindahkan putrinya ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatannya”
“Oh.. silahkan sus, terima kasih sudah ijinkan saya menjenguk wanita ini”
“Iya mas, sama-sama..”

Tidak lama kedua orang tua wanita itupun masuk ke ruangan. Ibunya menangis pilu melihat putri tercintanya terbaring lemah. Laki-laki yang mendampingi ibu itu hanya menatap dengan tatapan mata yang sayu. Dia berucap ke wanita itu agar jangan terlalu bersedih.

“Sudahlah ma.. kita banyak berdoa saja, mudah-mudahan rinai segera cepat pulih”
Tangan laki-laki tua itu menepuk-nepuk pundak istrinya.

Sebelum keluar dari ruangan, aku berjalan mendekati orang tua wanita itu.
“Maaf Pak, ibu, saya Reza, saya yang tadi berada di lokasi kejadian. Saya turut bersedih atas kejadian ini. Mudah-mudahan putri bapak dan ibu akan segera pulih kembali”
“Iya nak, terima kasih.. terima kasih juga sudah ikut menjenguk putri kami”
“Sama-sama pak, bu.. oh ya.. ini kamera putri bapak ibu yang saya temukan tadi di tepi jalan..”
“Iya betul, nak.. ini kamera putri saya.. kamera kesayangannya, terima kasih sudah menemukan dan mengembalikan kamera ini”
“Iya pak, bu, terima kasih kembali, saya pamit, mudah-mudahan lekas ada perubahan dan putri kembali pulih seperti dulu”

Setelah pamit Reza pun akhirnya keluar dari ruang UGD.

Reza menatap senja yang mulai hadir di pelupuk matanya. Matahari jingga dengan sinarnya yang keemasan begitu menawan untuk selalu dipandang. Tangannya merogoh ke dalam tas yang disandangnya. Sebuah kamera Nikon kini berada di genggaman tangannya.

Dengan fokus Reza membidikkan kameranya ke arah senja. Dia memotret dari segala angel. Mencari gambar yang menurutnya paling indah momen dan angelnya. Entah kenapa sejak dia melihat wanita yang selalu mengabadikan senja di sini, yang sedang terbaring tak berdaya, Reza mulai menyukai senja.

Aku terlambat menyadari kalau senja itu sangatlah indah. Keindahan senja bisa melupakan semua yang terasa membebani dalam otakku, Cerahnya senja juga membuat hariku yang mulai redup kembali cerah ceria. Namun, aku belum sepenuhnya terlambat untuk bisa menikmati senja karena aku dipertemukan dengan dia, wanita yang selalu aku lihat diujung senja. Batin Reza.

“Apakah kamu Reza..” suara lembut seorang wanita mengagetkan Reza
Reza pun menolehkan kepalanya kearah suara itu, betapa terkejutnya dia karena wanita yang menyebut namanya itu adalah wanita yang selalu dia lihat di sini, di ujung senja. Wanita yang tidak sadar selalu Reza rindukan kehadirannya. Dialah Rinai Senja.

Share:

Posting Komentar

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes